Total Tayangan Halaman

Senin, 18 Juli 2011

Ganjameningkatkan risiko penggunanya terkena gangguan jiwa

Ganja,yang dikonsumsi sejak berumur belasan tahun ditengarai bisa meningkatkan risiko penggunanya terkena gangguan jiwa.
Suatu penelitian tentang ganja dan kesehatan jiwa menyebutkan bahwa penggunaan narkoba meningkatkan risiko timbulnya sakit jiwa hingga lebih dari 40%. Para dokter, sebagaimana dimuat The Lancet, minta pihak-pihak yang berwenang untuk masalah kesehatan, mengingatkan kaum muda tentang risiko ganja terhadap pikiran.
Kesimpulan iu berdasarkan tinjauan terhadap 35 penelitian yang meneliti frekuensi sizofrenia, khayalan, halusinasi, kekacauan pikiran dan sakit kejiwaan lainnya yang dialami para pemakai ganja.
Pengguna ganja ternyata 41% lebih mungkin mengalami hal-hal itu dibandingkan mereka yang tak pernah merokok. Risikonya relatif bertambah seiring banyaknya pemakaian. Pemakai yang sangat sering menghisap ganja dua kali lebih besar kemungkinannya mengalami gejala itu dibanding yang bukan pemakai.
Studi itu juga mengamati risiko depresi, kegelisahan dan kondisi emosional lainnya, namun belum ada bukti yang pasti untuk mengaitkannya dengan ganja.
Seperti dilansir dari AFP, para peneliti mengatakan bahwa mereka telah berusaha sebaik mungkin namun tetap ada kemungkinan bahwa penelitian itu terpengaruh ‘faktor-faktor pengacau’ yang sudah biasa ada dalam penelitian tentang pengaruh ganja.
Namun laporani tu mengemukakan bahwa sekarang telah ada bukti yang pasti untuk memperingatkan kaum muda bahwa narkoba dapat menyebabkan sakit jiwa.
“Para pembuat kebijakan harus memberikan peringatan terhadap masyarakat tentang bahaya ganja. Kami yakin bahwa sekarang ada cukup bukti untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa penggunaan ganja dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit jiwa di kemudian hari,” katanya
Di Inggris, 40% orang dewasa muda dan remaja pernah memakai ganja. Jika dihitung-hitung, sekitar 14% kasus kejiwaan kaum muda di Inggris dapat dihindari jika tidak ada pemakaian ganja. Penelitian itu dipimpin Theresa Moore dari University of Bristol, dan Stanley Zammit dari Cardiff University.
Mereka tak memasukkan penelitian terhadap orang yang kecanduan atau yang punya catatan masalah kejiwaan, selain mengabaikan pasien yang mendapat ganja saat pengobatan medis serta tak memasukkan narapidana sebagai sampel.
Masalah besar bagi penelitian tersebut adalah ganja merupakan barang terlarang sehingga kekuatan dan dosisnya bermacam-macam, berbeda dengan tembakau yang merupakan barang resmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar