Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 Juli 2011

Askep Pada Anak dengan Diagnosa FEBRIS

askep febris


A. PENGERTIAN
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap inveksi bakterial.

B. ETIOLOGI
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.

D. PENATALAKSANAAN THERAPEUTIK
1. Antipiretik
2. Anti biotik sesuai program
3. Hindari kompres alkohol atau es

E. PENGKAJIAN
1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (miasalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.
2. Melakukan pemeriksaan fisik.
3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal: keadaan umum, vital sign.
4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti: pemeriksaan laboratotium, foto rontgent ataupun USG.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko kurang cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan diaporsis.
3. Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit.

























G. PERNCANAAN
No. Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Hypertermi b/d proses infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:
- Bebas dari kedinginan
- Suhu tubuh stabil 36-37 C 1. Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
3. Berikan kompres hangat hindri penggunaan akohol
4. Berikan miman sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
2 Resiko kurang volume cairan b/d intake yang kurang dan deperosis Setelah dilakukan tindakan perawatan selama ….x 24 jam volume cairn adekuat dengan kriteria:
- tanda vital dalam batas normal
- nadi perifer teraba kuat
- haluran urine adekuat
- tidak ada tanda-tanda dehidrasi
1. Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis. Catat ketidak seimbangan masukan dan haluran kumulatif
2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung ukur CVP
3. Palpasi denyut perifer
4. Kaji membran mukosa kering, tugor kulit yang kurang baik dan rasa halus
5. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV sesuai indikasi
6. Pantau nilai laboratorium, Ht/jumlah sel darah merah, BUN,cre, Elek,LED, GDS
3 Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam cemas hilang dengan kriteria:
- klien dapat mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan dan menurunkan suhu tubuh
- klien mau berpartisipasi dalam setiap tidakan yang dilakukan
- klien mengungkapkan penurunan cemas yang berhubungan dengan hipertermi, proses penyakit
1. Kaji dan identifikasi serta luruskan informasi yang dimiliki klien mengenai hipertermi
2. Berikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi
3. Validasi perasaan klien dan yakinkan klien bahwa kecemasam merupakan respon yang normal
4. Diskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit

LP Febris (Demam)


LAPORAN PENDAHULUAN
FEBRIS / DEMAM
Oleh : Niken Jayanthi, S.Kep
A. Pengertian Demam
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. (Guyton, 1990).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,80C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 400C disebut demam tinggi (hiperpireksia) . (Julia, 2000)
B. Etiologi Demam
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2000). Menurut Guyton (1990) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala demam antara lain :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
D. Patofisiologi Demam
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set point. (Julia, 2000)
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas.
Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003)
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru.
Krisis/flush. Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal. (Guyton, 1999)
E. Patways
Terlampir.
F. Penatalaksanaan Demam
1. Secara Fisik
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
h. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
G. Teori Asuhan Keperawatan
Penyakit demam sangat berisiko maka pasien perlu dirawat di rumah sakit, sedangkan keperawatan pasien yang perlu diperhatikan ialah resiko peningkatan suhu tubuh, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Resiko peningkatan suhu tubuh
Sering terjadi bila metabolisme dalam tubuh meningkat maka perlu diberikan obat anti piretik dengan dilakukan kompres hangat bila suhu tubuh kurang dari 37 C akan tetapi bila panasnya lebih dari 38oC diberikan ekstra pamol dengan diberikan kompres dingin.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Sering terjadi pada anak disamping demam juga mengalami anoreksia, lemas, pusing sehingga keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi yang kemudian memudahkan timbulnya komplikasi sehingga perlu dilakukan pemasangan infus dengan cairan glukosa dan NaCL dan pemberian makanan tambahan dan makanan lunak yang mudah dicerna seperti bubur halus.
c. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Dapat diberikan penyuluhan terhadap keluarga tentang bagaiman cara mengatasi bila anak sedang kejang dan demam sehingga anak terhindar dari cidera dan mengurangi kepanikan orang tua. Disamping itu juga menjelaskan tentang penyakit dan bahayanya.
H. Pemeriksaan Penunjang
Terlampir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Engel, Joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik. Ed. 2. Jakarta, EGC
3. Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia danmekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta, EGC.
4. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
5. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta, EGC.
6. Julia Klaartje Kadang, SpA (2000). Metode Tepat Mengatasi Demam. www. Google. Com
7. Sinarty hartanto. (2003). Anak Demam Perlu Kompres. www. Pediatrik. Com/knal.php
8. Sophia Theophilus. (2003). Apa Yang Perlu Diperhatikan Bila Anak Demam. www. Kompas. Com.

Asuhan keperawatan anak dengan konjunctivitis

A.      Pengertian
Conjunctivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh  sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.
B.       Etiologi dan klasifikasi
1.    Konjungtivitis  Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2.    Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang beratdan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3.    Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4.    Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).
5.    Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore ). Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
a.    Gonococ
b.    Chlamydia ( inklusion blenore )
c.    Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
·      Gonore        : 1 – 3 hari
·      Chlamydia  : 5 – 12 hari
C.       Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terkena.    
D.      Manifestasi klinis
1.    Konjungtivitis Bakteri
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mukus dan berkembang menjadi purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih berlimpah pada konjungtivitis jenis ini. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
2.    Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen yang masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri palpasi. Biasanya terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan adenopati preaurikuler yang nyeri. Diplokokus gram negatif dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram pada sekret. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik.
3.    Konjungtivitis Alergi
a.    Mata gatal
b.    Panas
c.    Mata berair
d.   Mata merah
e.    Kelopak mata bengkak.
f.     Pada anak biasanya disertai riwayat atopi lainnya seperti rhinitis alergi, eksema, atau asma.
g.    Pada pemeriksaan laboratorium  ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.
4.    Konjungtivitis Viral                                            
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi adanya benda asing pada mata. Epifora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis dapat disertai adenopati,demam, faringitis, dan infeksi saluran napas atas.
5.    Konjungtivitis blenore
Tanda – tanda blenore adalah sebagai berikut:
a.    Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
b.    Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
c.    Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental.
d.   Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari.
e.    Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik.
E.       Penatalaksanaan
1.    Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5 kali sehari.
2.    Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a.    Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
b.    Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan terisolasi Medika mentosa:
a.    Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
b.    Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c.    Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
d.   Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut – turut negatif.
3.    Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa Kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat Antihistamin atau bahan vasokonstriktor dan pemberian Astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan  membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin(garam fisiologis). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4.    Konjungtivitis viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian. Antihistamin / dekongestan topikal. Tersedia bebas di pasaran. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5.    Konjungtivitis blenore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasanya disesuaikan dengan diagnosis.
Pengobatan konjungtivitis blenore:
a.    Penisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda – tanda perbaikan.
b.    Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
c.    Kadang – kadang perlu diberikan bersama – sama dengan tetrasiklin untuk infeksi chlamydia yang banyak terjadi.
F.        Asuhan perawatan
         I.          Pengkajian
1.    Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2.    Riwayat kesehatan sekarang
a.    Keluhan Utama :
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan   kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b.    Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c.    Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
3.    Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
4.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a.    Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi:
·      Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke arah limbus.
·      Kemungkinan adanya sekret:
ü Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur.
ü Berair/encer pada infeksi virus.
ü Edema konjungtiva
ü Blefarospasme
ü Lakrimasi
ü Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
ü Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra maupun bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau virus.
ü Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.
  II.              Diagnosa keperawatan
1.    Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva.
Ditandai dengan :
a.    Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan raut muka / wajah.
b.    Klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Kriteria hasil :
a.    Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi dan Rasional
a.    Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
b.    R/ untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat.
c.    Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam  dan teratur.
d.   R/ Berguna dalam intervensi selanjutnya.
e.    Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman aman dan tenang
f.     R/ Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
g.    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.
h.    R/ Menghilangkan nyeri,karena memblokir saraf penghantar nyeri.
i.      Evaluasi
·      Mendemostrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
·      Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
·      Menunjukkan perasaan rileks.
2.    Gangguan rasa nyaman: pruritus b/d edema dan iritasi konjungtiva
Ditandai dengan :
a.    Peningkatan eksudasi, fotofobia, lakrimasi dan rasa nyeri.
Kriteria Hasil :
·      Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
·      Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
·      Berkurangnya lecet karena garukan.
·      Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
·      Berkurangnya kemerahan.
Intervensi dan Rasional :
·      Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan larutan salin selama kurang lebih 3 menit
·      R/ melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra.
·      Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.
·      R/ membersihkan palpebra dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
·      Beritahu klien agar tidak menutup mata yang sakit.
·      R/  mata yang tertutup merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
·      Anjurkan klien menggunakan kacamata ( gelap ).
·      R/ pada klien fotobia, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
·      Anjurkan pada klien wanita dengan konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tata rias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi sumber alergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
·      R/mengurangi ekspose alergen atau iritan.
·      Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan lien cara menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
·      R/mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.
·      Kolaborasi dalam pemberian
ü Antibiotik. R/ mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada siang hari.
ü Analgesik ringan seperti asetaminofen. R/ mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada konjungtivitis viral.
ü  Vasokonstriktor seperti nafazolin. R/mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis alergi.
ü Antihistamin oral
3.    Gangguan konsep diri  (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata
Ditandai dengan :    
a.    Klien  menutupi daerah bagian mata.
b.    Klien menolak untuk bertemu dengan orang lain.
Kriteria Hasil:
a.    Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
b.    Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi  :
a.    Kaji tingkat penerimaan klien.
b.    R/ untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
c.    Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
d.   R/ membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima perubahan.
e.    Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
f.     R/  kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
g.    Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
h.    R/  memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien/orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
i.      Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
j.      R/  menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.
k.    Evaluasi
·      Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
·      Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.
4.    Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
Ditandai dengan :
a.    Klien mengatakan tentang kecemasannya.
b.    Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
a.    Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b.    Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c.    Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi dan Rasional :
a.    Kaji tingkat ansietas atau kecemasan.
b.    R/ Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai dengan               kebutuhan klien.
c.    Beri penjelasan tentang proses penyakitnya
d.   R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya.
e.    Beri dukungan moril berupa doa terhadap pasien.
f.     R/ Memberikan perasaan tenang kepada klien.
g.    Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
h.    R/ Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi yang nyata,    mengklarifikasi kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
i.      Identifikasi sumber atau orang yang menolong.
j.      R/ Memberi penelitian bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
k.    Evaluasi
·      Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.
·      Mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.
5.    Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil :
a.    Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi dan Rasional :
a.    Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar.
b.    R/ Dengan membersihkan mata dan irigasi maka mata menjadi bersih.
c.    Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur
d.   R/ Pemberian antibiotika diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi
e.    Pertahankan tindakan septik dan anseptik
f.     R/ Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat maupun   dari perawat ke pasien.
g.     Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja.
h.    R/  Meminimalkan risiko penyebaran infeksi.
i.      Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak  sembarangan dengan mata.
j.      R/  Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.
k.    Beritahu klien teknik cuci tangan yang tepat. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu lien untuk menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien.
l.      R/ Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinggaa penyebaran infeksi dapat dicegah
m.   Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien.
n.    R/ Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.
o.    Evaluasi
·      Tidak terjadi tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.
6.     Resiko tinggi cedera b/d keterbatasan penglihatan.
Kritera hasil :
a.    Cedera tidak terjadi.
b.    Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c.    Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
Intervensi dan Rasional :
a.    Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk
b.    R/ menurunkan resiko jatuh atau cidera.
c.    Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
d.   R/ mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
e.    Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
f.     R/ meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi pasien.
g.    Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
h.    R/ mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
i.      Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar.
j.      R/ sekret mata akan membuat pandangan kabur.
k.    Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata  dan salep mata.
l.      R/ Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
m.   Gunakan kacamata gelap.
n.    R/  Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.   
o.    Evaluasi
·      Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cidera.
·      Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko  dan melindungi diri dari cidera.
·      Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.