Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukanpada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan Skizofrenia. Dari seluruh klien schizophrenia 70 % di antaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delirium.
Halusinsi merupakan gangguan persepsi dimna klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pnyerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar ( Maramis, 1998). Suatu penghayatan yang di alami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus ekstren; persepsi palsu ( Lubis, 1993 ). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada pada klien.
Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam tentang respon neurobiologi ( Stuart dan Laraia, 2001 ). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengindentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca inderawalaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Di antara kedua respon tersebut adalah rewspon individu yang karena sesuatu hal yang mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diditerimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Jenis – jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Laraia 1998 membagi halusinasi menjadi 7 jenis meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic. Lebih kurang 70 % halusinasi merupakan halusinasi pendengaran, 20 % halusinasi penglihatan. Sementara halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan, kinesthetic dan cenesthetic meliputi 10 %. Karakteristik masing-masing jenis halusinasi ada pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Halusinasi, Stuart dan Laraia, 2001, hal. 409
Jenis Halusinasi | Karakteristik |
Pendengaran | Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan lengkap antara dua orangatau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi . Pikiran yang terdengar di mana klien mendengar perkatan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan. |
Penglihatan | Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar peometris, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. |
Penghidu | Membaui bau-bauan tertentu bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau domensia. |
Pengecapan | Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. |
Pearabaan | Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain. |
Cenesthetic | Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darahdi vena atau arteri, pencernaan makanan, |
Kinesthetic | Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak |
Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart dan Lairia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi , klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase lengkap tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Fase-fase Halusinasi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 424 )
Fase Halusinasi | Karakteristik | Perilaku klien |
Fase 1 : Comforting Ansietas Sedang Halusinasi menyenangkan | Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian rasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Nonpsikotik. | Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai. Mengerakan bibir tanpa suara. Pergerakan mata yang cepat. Respon verbal yang lambatjika sedang asyik. Diam dan asyik sendiri. |
Fase II: Condemning Ansietas Berat Halusinasi menjadi menjijikan | Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan. | Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit. Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita. |
Fase III: Controlling Ansietas Berat Pengalaman sensori menjadi berkuasa | Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Psikotik | Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Kesukaran akan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Adanya tanda-tanda fisik, ansietas berat berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah. |
Fase IV : Conquering Panik Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya. | Pengalaman sensori menjadi mengancam Jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Psikotik Berat. | Perilaku teror akibat panik . Potensi kuat suicide atau homicide. Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang. |
Pengkajian Klien dengan Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu gejala dan menentukan didiagnosisnya klien mengalami psikotik, khususnya schizophrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi dengan demikian merupakan proses identifikasi data yang tidak melekat erat dengan pengkajian respon neorobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizophrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain :
a. Faktor genetis.
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu namun demikian kromosom yang ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian .Diduga letak gen schizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan konstribusi genetik tambahan nomor 4,5,15,dan 22 (buchanan &carpenter,2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia 50 % jika salah satunya mengalami schizophrenia, sementara jika di zigote peluangnya sebesar 15 %. Jika seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalami schizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa kortek pre frontal dan kortek limbik pada klien schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
c. Studi Neurotrasmiter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan, neurotransmiter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
d. Teori Virus.
Paparan virus influensae pada trimester ke – 3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi schizophrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi schizophrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak perperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan yang memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gatung abnormal )
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum di Tabel 3.
Tabel 3. Gejala-gejala Pencetus Respon Neurobiologi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 416
Kesehatan | Nutrisi kurang Kurang tidur Ketidakseimbangan irama sirkadian Kelelahan Infeksi Obat-obat Sistem syaraf pusat Kurangnya latihan Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan |
Lingkungan | Lingkungan yang memusuhi, kritis Masalah di rumah tangga Kehilangan kebebasan hidup Perubahan kebiasaan hidup,pola aktifitas sehari-hari kesukaran dalam hubungan dengan orang lain Isolasi sosial Kurangnya dukungan sosial Tekanan kerja(kurang ketrampilan dalam bekerja ) stigmatisasi Kemiskinan Kurangnya alat transportasi ketidakmampuan mendapat pekerjaan |
Sikap/perilaku | Merasa tidak mampu (harga diri rendah) Putus asa ( tidak percaya diri) merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan ketrampilan diri ) kehilangan kendali diri(demoralisasi ) merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual) bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan Rndahnya kemampuan sosialisasi perilaku agresif erilaku kekerasan ketidakadekuatan pengobatan Ketidakadekuatan penanganan gejala |
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
* Regresi,menjadi malas beraktifitas sehari-hari
* Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggungjawab
kepada orang lain atau benda
* Menarik diri ,sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
* Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya ,seperti mimpi saat tidur.Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata .Sama halnya seperti seseorang yang mendengarkan siaran ramalan cuaca dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang cuaca tersebut .ketidakmampuannya ntuk mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien .Karenanya halusinasi harus menjadi preoritas untuk segera diatasi . Sangat penting untuk memberi kesempatan klien menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya secara leluasa .Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara tentang halusinasi ,karena dengan perbincangan halusinasi dapat menjadi indikator se.jauh mana gejala psikotik klien diatasi.Untuk memfasilitasinya ,klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan parihal halusinasinya .
Diagnosis Keperawatan
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri ,orang lain maupun merusak lingkungan .Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai ke fase 4 ,dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya .Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ,membunuh orang lain ,bahkan merusak lingkungan .
dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
- Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi….
- Perubahan sensori persepsi : halusinasi …………berhubungan dengan menarik diri.
- Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Asuhan Keperawatan
Tujuan asuhan keperawatan klien halusinasi adalah klien dapat mengongtrol halusinasi yang di alami oleh klien. Tujuan itu dapat di rinci sbb :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien mengenal halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasi
- Klien mendsapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasi
- Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi
Evaluasi
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien menunjukan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara yang efektif yang di pilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang kronis.
Evalusi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga menunjukan kewmampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien mengatasi masalahgangguan jiwanya. Kemampuan merawat dirumah dan menciptakan lingkungan kondusif bagi klien dirumah juga menjadi ukuran keberhasilan asuhan keperawatan, disamping pemahaman keluarga untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika muncul gejala-gejala relaps.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar