Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 Juli 2011

asuhan keperawatan pasien FARINGITIS


FARINGITIS

  1. Pengertian
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.

  1. Epidemologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang terjadi,tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.

  1. Etiologi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.Virus penyebab adalah :
·         Common cold
·         Flu
·         Adenovirus
·         Mononucleosis
·         HIV
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah :
·         streptokokus grup A,
·         korinebakterium,
·         arkanobakterium,
·         Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae

  1. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid.Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis.

  1. Gejala Klinis.
Penyakit ini cenderung akut dengan disertai demam yang tinggi, sakit kepala, rasa nyeri di perut dan muntah-muntah. Tenggorokan terasa nyeri, amandel menjadi berwarna merah dan membengkak. Pada anak yang sudah lebih besar, akan terlihat adanya lapisan seperti krim di atas amandel (eksudat) yang tidak mengeluarkan darah bila disentuh. Kelenjar getah bening di leher sering membengkak dan terasa nyeri bila ditekan. Berbeda dengan faringitis virus, penderita faringitis streptokokus tidak mengalami rhinitis, suara serak atau batuk.




  1. Pemeriksaan
1.      Pemeriksaan fisik
    • Inspeksi : kemerahan pada faring,adanya pembengkakan di daerah leher
    • Palpasi : adanya kenaikan suhu pada bagian leher, adanya nyeri tekan
    • TTV : suhu tubuh mengalami kenaikan, nadi meningkat, dan napasnya cepat.
2.      Pemeriksaan diagnostik.
·         Kultur dan uji resistensi
·         Pemeriksaan serologic
·         Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
·         Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru
·         Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil tahan asam di jaringan.

  1. Tindakan penanganan
·         Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatsi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotika.
·         Untuk faringitis bakteri paling baik diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000 unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari. Pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam. Erritromisin atau klindamisin merupakan obat alin dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat, selain terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat bekerja sama.

  1. Komplikasi
·         Penyakit ini, jika dibiarkan sampai menjadi berat, dapat menimbulkan radang ginjal (glomerulonefritis akut),
·         demam rematik akut,
·         otitis media (radang telinga bagian tengah),
·         sinusitis,
·         abses peritonsila dan abses retropharynx (radang di sekitar amandel atau bagian belakang tenggorokan yang dapat menimbulkan nanah).

  1. Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya;
·         Faringitis akut, adalah radang tenggorok yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu streptokokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil yang masih berwarna merah, malaise, nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadinya masih baru,belum berlangsung lama.
Faktor predisposisi:
-          Rinitis kronis
-          Sinusitis
-          Iritasi kronik pada perokok dan peminum alcohol
-          Inhalasi uap pada pekerja dan laboratorium
-          Orang yang sering bernafas dengan mulut karena hidungnya tersumbat.
    1. Faringitis kronis hiperplastik
-          Gejala :
·         Pasien mengeluh gatal ditenggorokan
·         Berasa kering
·         Berlendir
·         Kadang-kadang ada batuk
-          Terapi:
·         Dicari dan diobati adanya penyalkit kronis dihidung dan sinus paranasal.
·         Terapi lokal dengan menggosokkan zat kimia (kaustik) yaitu : larutan nitres argenti atau albotil maupun dengan listrik (elektrocauter)
·         Secara simptomatik, diberikan obat isap / kumur dan obat batuk
    1. Faringitis kronis atropi (faringitis sika)
·         Gejala dan tanda :
-          Pasien mengeluh tenggorokan kering dan tebal
-          Mulut berbau
-          Pada pemeriksaan tampak mukosa faring terdapat lendir yang melekat
-          Jika lendir diangkat mukosa tampak kering
·         Terapi:
-          Sama dengan rinitis atropi
-          Pemberian obat kumur
-          Penjagaan hygiene mulut
-          Obat simptomatik

  1. Faringitis kronis, radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorok.Faringitis kronis umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan berdebu,menggunakan suara berlebihan, menderita batu kronik, dan kebiasan menkonsumsi alcohol dan tembakau.Faringitis kronik dibagi menjadi 3, yaitu:
    1. Faringitis hipertrofi,ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membrane mukosa
    2. Faringitis atrofi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane tipis, keputihan,licin dan pada waktunya berkerut).
    3. Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limfe pada dinding faring

Berdasarkan agen penyebab:
    1. Faringitis Virus
    2. Faringitis Bakteri.











ASUHAN KEPERAWATAN

  1. PENGKAJIAN

    1. Data Dasar
·         Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
·         Identitas Penanggung ((nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

    1. Riwayat Keperawatan, meliputi :
·         Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
-          Alasan masuk rumah sakit
-          Pasien mengatakan terasa nyeri di leher dan mengatakan sakit saat menelan.
Keluhan utama:
-          Pasien mengatakan nyeri dan merasa tidak nyaman pada daerah leher
-          Pasien mengatakan mual dan muntah.
-          Pasien mengatakan sakit saat menelan
Kronologis keluhan: Pasien mengeluh nyeri di leher

·         Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS
·         Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
·         Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.
·     Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

Dikaji 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson, seperti :
-          Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.
-          Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
-          Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
-          Eliminasi
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar. Terutama difokuskan tentang apakah pasien cenderung susah dalam buang air kecil (kaji kebiasaan dan volume urine) atau mempunyai keluhan saat BAK.
-          Gerak aktivitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami Faringitis) atau saat menjalani perawatan di RS.
-          Istirahat/tidur
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pola tidur akibat penyakitnya, misalnya gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak saat merasa nyeri di leher.
-          Pengaturan suhu tubuh
Dikaji/ukur TTV pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, apakah pasien mengalami demam atau tidak. Selain itu, observasi kondisi pasien mulai dari ekspresi wajah sampai kulit, apakah kulitnya hangat atau kemerahan, wajahnya pucat atau tidak.
-          Kebersihan diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS, bila perlu libatkan keluarga pasien dalam melakukan perawatan diri pasien, misalnya saat mandi dan sebagainya.
-          Rasa nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian bawah (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
-          Rasa aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
-          Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
-          Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
-          Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
-          Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
·         Pengkajian Fisik, meliputi :
-          Keadaan Umum, yaitu dengan mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit, kesadaran, dan kesan umum pasien (saat pertama kali MRS)
-          Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi)
-          Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dari kepala sampai anus, tapi lebih difokuskan pada bagian leher
-          Pemeriksaan Penunjang, yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan uji kultur dan uji resistensi
·         Anamnesa
Adanya riwayat merokok,adanya riwayat streptokokus,dan yang penting ditanyakan apakah klien pernah mengalami nyeri/lesi pada mulut (nyeri saat menelan)



  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
·         Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan.
·         Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas,
·         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
·         Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.

  1. INTERVENSI

No
Diagnosa Kep
Tujuan & Kriteria Hasil
Tujuan

Rasional
1
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan
  1. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pasien berkurang Dengan kriteria hasil:
·         nyeri pasien berkurang dari skala 5 menjadi 3
·         Pasien tidak tampak meringis
·         TTV normal
·         Nadi:60-100 x permenit
·         RR:16-20 x permenit
·         TD:100-140/60-90 mmHg
·         Suhu:36,8-37,2 C

  1. Kaji ulang tingkat nyeri
  2. Ajarkan teknik relaksasi
  3. Kaji TTV
  4. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
  1. Agar tepat dalam memilih tindakan untuk mengatasi nyeri
  2. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
  3. Untuk mengetahui keaadaan umum pasien
  4. Untuk mengurangi nyeri
2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas,

  1. Pasien dapat mengeluarkan sputum
  2. Pasien mengatakan dapat bernapas dengan lancar


  1. Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas pasien
  2. Anjurkan untuk minum air hangat.
  3. Ajari pasien untuk batuk efektif
  4. Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran
  1. Untuk mengetahui keadaan napas pasien
  2. Untuk mencairkan sputum agar mudah dikeluarkan
  3. Untuk melegakan saluran pernapasan
  4. Untuk mengencerkan dahak

3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan

  1. Pasien mengatakan tidak sakit dalam menelan makanan
  2. Pasien makan dengan lahap
  3. Nafsu makan pasien meningkat
  4. Pasien nampak lebih segar
  1. Kaji intake makanan pasien
  2. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan serat
  3. kolaborasi dengan ahli gizi
  1. Untuk mengetahui adanya peningkatan nafsu makan
  2. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
  3. Untuk mendapatkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhannya

4
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.

  1. Pasien dapat menyebutkan kembali apa yang dijelaskan perawat
  2. Pasien mengangguk dan nampak mengerti
  3. Pasien mengatakan mengerti
  1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
  2.  Lakukan BHSP
  3. Berikan Health Education
  4. Lakukan evaluas
  1. Untuk mengetahui seberapa tahu pasien akan penyakitnya
  2. Agar pasien percaya terhadap perawat
  3. Untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya
  4. Untuk mengetahui daya tangkap pasien setelah diberikan HE








DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC
http://www.zimbio.com/member/thedfiz/articles/vzPIjBAscq9/ASUHAN+KEPERAWATAN+PASIEN+DENGAN+FARINGITIS

askep keperawatan anak thypoid

ASKEP THYPOID
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a) Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b) Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasi
a) Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b) Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1. Klorampenikol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
- Kebiasaan sehari-hari berubah
- Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
1) Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
2) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
3) Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
5) Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.

Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

askep keperawatan anak dengan tonsilitis

TONSILITIS

>> Selasa, 16 Desember 2008

A.Pengertian
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus, pada tonsilitis ada dua yaitu :
-Tonsilitis Akut dan
-Tonsilitis Kronik

B.Etiologi
Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes yang menjadi penyebab terbanyak dapat juga disebabkan oleh virus.
Faktor predisposis adanya rangsangan kronik (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut yang buruk.


C.Patofisiologi
Penyebab terserang tonsilitis akut adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsilitis akut adalah Haemophilus influenza dan bakteri dari golongan pneumokokus dan stafilokokus. Virus juga kadang – kadang ditemukan sebagai penyebab tonsilitis akut.
1.Pada Tonsilitis Akut
Penularan terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan Epitel kemudian bila Epitel ini terkikis maka jaringan Umfold superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfo nuklear.
2.Pada Tonsilitif Kronik
Terjadi karena proses radang berulang maka Epitel mukosa dan jaringan limpold terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limpold, diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan di isi oleh detritus proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul purlengtan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Jadi tonsil meradang dan membengkak, terdapat bercak abu – abu atau kekuningan pada permukaannya, dan jika berkumpul maka terbentuklah membran. Bercak – bercak tersebut sesungguhnya adalah penumpukan leukosit, sel epitel yang mati, juga kuman – kuman baik yang hidup maupun yang sudah mati.

D. Manisfestasi Klinis
Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang – kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau, yaitu :
• Suhu tubuh naik sampai 40 oC.
• Rasa gatal atau kering ditenggorokan.
• Lesu.
• Nyeri sendi, odinofagia.
• Anoreksia dan otolgia.
• Bila laring terkena suara akan menjadi serak.
• Tonsil membengkak.
• Pernapasan berbau.

E. Komplikasi
• Otitis media akut.
• Abses parafaring.
• Abses peritonsil.
• Bronkitis,
• Nefritis akut, artritis, miokarditis.
• Dermatitis.
• Pruritis.
• Furunkulosis.

F. Pemeriksaan Penunjang
• Kultur dan uji resistensi bila perlu.
• Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.

G. Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan – makanan yang berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang – kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang – kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.
• Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
• Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
• Antipiretik.
• Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
• Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamigin.

DAFTAR PUSTAKA
Belden MD. THT : www. emedicine. com. Last Updated 24 Juni 2003.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI. Jakarta.
Saten S. Chalazion. Taken From : www. emedicine. com. Last Updated : 5 Juli 2007

askep keperawatan anak dengan INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
I. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran napas termasuk adneksanya. Akut adalah berlangsung sampai 14 hari, Adneksa yaitu sinus,rongga telinga dan pleura
II. KLASIFIKASI
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
ISPA atas : Rinitis, faringitis,Otitis
ISPA bawah : Laringitis ,bronchitis,bronkhiolitis,pneumonia.
III. ETIOLOGI
1. Virus Utama : – ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
- ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor diri (host) : umur,jenis kelamin,status gizi,kelainan congenital,imunologis,BBLR dan premature.
Faktor lingkungan : Kualitas perawatan orang tua,asap rokok,keterpaparan terhadap infeksi,social ekonomi,cuaca dan polusi udara.
V. PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :
a. Riwayat : demam,batu,pilek,anoreksia,badan lemah/tidak bergairah,riwayat penyakit pernapasan,pengobatan yang dilakukan dirumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik : Demam,dyspneu,tachipneu,menggunakan otot pernafasan tambahan,faring hiperemis,pembesaran tonsil,sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan sehari-hari,mekanisme koping,kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman terkena penyakit pernafasan,pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan.
2. DIAGNOSE KEPERAWATAN
a. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d nyeri menelan,penurunan nafsu makan sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan akut.
c. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurang informasi
d. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

DAFTAR PUSTAKA
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA
Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak) PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.